Makassar, 04/08/2020 – Aliansi Selamatkan Pesisir bersama nelayan kepulauan sangkarrang mengadakan konferensi pers dini pagi hari untuk menyikapi persoalan kriminalisasi yang dialamatkan kepada nelayan kepulauan Sangkarang dengan tuduhan sengaja merusak, memotong, dan merobek rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah.
Situasi ini bermula saat nelayan kepulauan Sangkarang melakukan aksi secara massif protes menuntut penghentian aktivitas tambang pasir laut yang dilakukan oleh Boskalis
Dalam situasi covid 19, bagi nelayan kepulauan sangkarrang, virus tersebut tidak lebih berbahaya daripada Boskalis. Sebab dimasa pandemi, PT Royal Boskalis Westminster secara massif mengeruk pasir laut di wilayah tangkap nelayan. Seolah Boskalis sengaja memanfaatkan situasi pandemi covid-19, akibatnya air laut menjadi keruh, gelombang tinggi dan kerusakan ekosistem laut. Dampaknya selama enam bulan terakhir hasil tangkapan nelayan berkurang drastis bahkan dalam satu harinya sama sekali tidak mendapat ikan. Ujar Pak Suadi (nelayan Sangkarrang) dalam konferensi pers di LBH Makassar.
Sementara itu, Direktur LBH makassar, Edy Kurniawan mengatakan Upaya pemanggilan yang dilakukan oleh Polairud Polda Sulsel, dengan jeratan pasal gugatan yang disangkakan terkesan sangat dipaksakan. Penyidik mempersulit diri dalam mengurai rumusan pasal dan membuktikan unsurnya. Dalam artian, Mandre dijerat dengan sangkaan merobek uang, padahal hanya merobek amplop yang ia tidak ketahui isinya dengan maksud menolak pemberian ganti rugi dari Boskalis. Jadi, Manre sama sekali tidak mengetahui jika yang ia robek adalah rupiah apalagi sampai bermaksud merendahkan rupiah. Kasus ini terlihat nyata adanya upaya kriminalisasi dan diduga kuat dilakukan untuk meredam aksi protes nelayan menolak aktivitas tambang PT Boskalis.
Dalam konferensi pers tersebut, Aliansi Selamatkan Pesisir mengajak seluruh elemen masyarat pejuangan nelayan dalam menegakan keadilan badi mereka. (BRI)