Polewali Mandar, Polman, Komunika Nusantara.Harga biji kakao di tingkat petani berpotensi mengalami penurunan seiring diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2025 tentang Tarif Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Minggu 19 Oktober 2025

Kebijakan tersebut mengatur kewajiban tarif pungutan ekspor biji kakao yang sebelumnya hanya diberlakukan pada komoditas kelapa sawit dan turunannya. Berdasarkan ketentuan baru ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan pungutan ekspor kakao sebesar 7,5 persen.

Menurut pakar kakao yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman), Dr. Harli A. Karim, SP., MP., kebijakan ini berpotensi merugikan petani, terutama di tengah tren penurunan harga biji kakao di tingkat petani.

“Pungutan tersebut berpeluang memaksa eksportir maupun pedagang pengumpul untuk melakukan penyesuaian harga beli di tingkat petani. Artinya, beban pungutan ekspor cenderung langsung dirasakan oleh petani, bukan oleh eksportir atau pelaku industri besar,” jelas Harli.

Ia menegaskan, kondisi ini dapat memperburuk posisi petani yang pada dasarnya memiliki modal terbatas dan daya tawar yang lemah di pasar.

Lebih lanjut, Harli mendorong adanya pengawasan ketat dan regulasi turunan di tingkat daerah, khususnya di wilayah sentra kakao seperti Sulawesi Barat, untuk memastikan petani tidak menjadi pihak yang paling dirugikan dalam penerapan kebijakan tersebut.

“Pemerintah daerah perlu turun tangan agar kebijakan nasional ini tidak justru menekan ekonomi petani kecil yang menjadi tulang punggung produksi kakao nasional,” tambahnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here