Komunika Nusanatara. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI No. M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada 6 Mei 2020. Jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan menegenai Tunjangan Hari Raya (THR) yang berlaku.

Melalui Surat Edaran (SE) tersebut negara lepas tanggung jawab untuk melindungi hak buruh atas THR. Pekerja/Buruh yang posisinya rentan, dibiarkan bernegosiasi sendiri dengan perusahaan. Pasalnya SE tersebut memberi kelonggaran terhadap perusahaan dalam pembayaran THR, Perusahaan yang tidak mampu membayar THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat melakukan dialog dengan para pekerja/buruh, untuk menyepakati beberapa hal.

Kesepakatan yang perlu dilakukan dialog terkait cara pembayaran THR yang dapat dilakukan dengan cara mencicil atau melakukan penundaan yang tergantung dengan kondisi perusahaannya, serta waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR.
Sebenarnya aturan mengenai cara pembayaran dan pengenaan denda keterlambatan sudah diatur dalam PP Pengupahan dan Permenaker THR. Kedua aturan tersebut menegaskan bahwa pemberian THR adalah kewajiban setiap perusahaan. Sehingga perusahaan yang tidak mampu membayar THR dapat dikenakan sanksi administratif. Tidak ada ruang negosiasi yang dibuka untuk memutuskan sanksi perusahaan yang tidak dapat membayar THR.

Berdasarkan Permenaker No. 6 Tahun 2016, pengaturan THR secara jelas dirumuskan dan ditentukan besaran dan tata cara pelaksanaannya, Mengenai besaran THR:
Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja dua belas bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah.
Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari dua belas bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Dengan perhitungan: Masa Kerja x Satu Bulan Upah: 12. Penentuan upah satu bulan terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok, termasuk tunjangan tetap.
Sedangkan bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, maka besaran THR-nya adalah:
Jika masa kerjanya dua belas bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam dua belas bulan terakhir sebelum hari raya Keagamaan.

Jika masa kerjanya kurang dari dua belas bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Tanpa adanya SE tersebut kewajiban THR seringkai dilanggar oleh perusahaan, lantas ditengah situasi COVID-19 dan kehadiran SE ini akan memperburuk situasi pemenuhan hak THR bagi pekerja/buruh. SE ini tentu akan rentan disalahgunakan perusahaan nakal untuk menghindar dari tanggungjawab.Berdasarkan Pasal 6 Permanaker No. 6 Tahun 2016, dengan tegas menyatakan bahwa THR diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu, di tengah pandemi COVID-19 dan glombang PHK besar-besaran untuk mengakomodir para pekerja/buruh yang tidak mendapatkan haknya. “Layanan Aduan dan Konsultasi THR bagi Pekerja/Buruh kota makassar” akan melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
Melayani pengaduan bersifat online terkait pelanggaran THR.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here