MAKASSAR , Komunika Nusantara. Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar melakukan audiensi dengan Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kementerian Kehutanan Regional VII Makassar terkait rencana pemanfaatan kawasan hutan lindung untuk kepentingan pelayanan publik, khususnya pembangunan infrastruktur jalan di Kecamatan Alu.
Audiensi digelar di Aula Kantor BPKH Makassar, Jalan Prof. Abdul Rahman Basalamah, pada Jumat (10/10/2025).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kadis PUPR Polman Ir. Husain Ismail, Kadis LHK Polman Moh. Jumadil Tappawali, serta perwakilan Aliansi Masyarakat Alu yang diwakili oleh juru bicara Andi Agung dan Kadi. Rombongan diterima langsung oleh Kepala BPKH Regional VII Makassar, Dr. Manifas Zubayr, S.Hut., M.Si.
Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Bupati Polewali Mandar H. Samsul Mahmud dan perwakilan masyarakat Alu, yang mempertanyakan minimnya perhatian terhadap pembangunan infrastruktur, terutama jalan di Desa Puppuring dan Desa Pao-pao.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala BPKH Dr. Manifas Zubayr menjelaskan bahwa beberapa desa di Kabupaten Polewali Mandar, termasuk Puppuring dan Pao-pao, memang berada dalam kawasan hutan lindung.
“Untuk melakukan aktivitas di kawasan hutan lindung, diperlukan izin Menteri Kehutanan jika luasannya lebih dari 5 hektare. Jika di bawah 5 hektare, cukup izin dari Gubernur,” jelasnya.
Ia menambahkan, ruas jalan Puppuring saat ini memiliki lebar bervariasi antara 1,5 hingga 2 meter dengan panjang sekitar 25 kilometer, setara dengan 50 hektare, sehingga untuk penanganan menyeluruh tetap membutuhkan izin menteri.
Sementara itu, Kadis PUPR Polman Ir. Husain Ismail menyampaikan bahwa pembangunan jalan dapat dilakukan secara bertahap mengingat efisiensi anggaran yang terbatas.
“Pekerjaan bisa dilakukan bertahap dengan luas di bawah 5 hektare agar cukup izin gubernur. Namun semua syarat dan mekanisme pemanfaatan kawasan hutan harus dipenuhi, terutama dokumen AMDAL,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh Kadis LHK Polman Moh. Jumadil Tappawali, yang menjelaskan bahwa penyusunan dokumen AMDAL memerlukan waktu 3 hingga 6 bulan, tergantung kompleksitas pekerjaan, setelah tahap perencanaan dan pemasangan patok dilakukan.
Perwakilan masyarakat, Andi Agung, menekankan bahwa kondisi jalan di wilayah mereka sudah masuk kategori mendesak.
“Apalah gunanya program TORA yang sudah mengeluarkan rumah kami dari kawasan hutan jika jalannya tidak bisa segera diperbaiki — ibaratnya tinggal di rumah panggung tapi tidak ada tangganya,” ujarnya.
Ia juga berharap pemerintah daerah dapat menggunakan hak diskresi mengingat kondisi yang disebutnya sudah darurat.
“Kami paham Pemda berhati-hati karena ada konsekuensi hukum, tapi apakah harus menunggu ada korban lagi baru bertindak? Tentunya tidak,” tegasnya.