MAMASA, – Mengetahui padi ladang belum tentu mengenal sejumlah jenis tanaman tersebut yang akrab disebut , Pare Barakba’ (Mamasa-red) karenanya, memilih berkunjung ke Kecamatan Mehalaan, Kabupaten Mamasa jauh lebih tepat guna memperoleh keterangan langsung dari petani yang menekuni budidaya tanaman tersebut.

Matahari mulai menampakkan diri dibalik gunung saat perjalanan kami mulai dari Kota Mamasa, Sabtu (27/6/2020). Dengan menggunakan kendaraan roda dua dan setelah meninggal jalur poros Malakbo-Mamuju getaran serta goncangan mulai kami rasakan akibat lubang dan kerikil lepas terus menemani hingga tiba pada di Desa Mesakada yang sebagian penduduknya masih menekuni budidaya Pare Barakba’.

Beberapa tempat kami bertanya, hingga seorang anak remaja berbadan tinggi dan sedikit kurus mengantarkan kami ke rumah, Yusuf yang dikenal sebagai petani Pare Barakba’. Sekitar puluhan ikat padi ditebar diatas terpal serta beberapa tempat padi lainnya yang telah dirontokkan memenuhi halaman rumah seolah menunjukkan kediaman yang kami cari.

Sembari senyum menyapa dan mengajak masuk ke dalam rumah begitulah, Yusuf (38) dan istrinya, Arwini (43) yang telah tau maksud kedatangan kami.

“Sejak dari orang tua saya hingga sekarang, kami terus menekuni budidaya tanaman Padi Ladang dan dari sejumlah jenis Padi Ladang yang ditanam petani, hanya kami di Meskaada yang terus menanam 7 jenis padi ladang serta tanaman selanya,”Begitulah Yusuf spontan memulai pembicaraan kami.

Rumah yang berbentuk tapak atau biasa dikenal Rumah Jawa berlantai tembok milik keluarga, Yusuf pada bagian ruang tamu dipenuhi tumpukan jangung dan beberapa macam jenis padi ladang dalam karung yang sebagian hendak dijual dan sebagian hendak dijadikan benih.

Lelaki beranak tiga tersebut menerangkan, beberapa warga lainnya sering kesulitan memperoleh benih padi ladang sebab dominan dijual bahkan sebagian lagi habis dikonsumsi sendiri sehingga beberapa telah datang kesini untuk menukar benih padi dengan beras atau uang, itu juga hanya saya berikan terbatas sebab sebagian juga hendak digunakan dilahan sendiri.

Penanaman lalu kata, Yusuf. Ada sekitar 100 liter benih yang ditanam dengan hasil sekitar 1 ton untuk luasan lahan sekitar 1 hektar. “Kami biasanya menjual untuk bentuk beras Rp 15.000 per liter sementara untuk bentuk gabah Rp 7500 per liter,”kata Yusuf sambil menyeruput kopi dan menghisap gulungan tembakau miliknya.

Ketua Kelompok Tani Mesapenawa di Desa Mesakada tersebut juga menjelaskan. Padi ladang yang telah ditanam dari turun-temurun terdapat

7 Jenis yakni:

1.Pare Tambak dengan bentuk kulit warna hitam, beras warna merah dan ada juga yang putih

2.Pare Kulambu dengan bentuk kulit putih, beras merah, sangat harum dan rambut padinya panjang

3.Pare Bulawan dengan bentuk kulit warna kuning dan beras putih

4. Pare Asean , kulit padi putih langsat dan beras merah

5.Pare Sangkingan , kulit padi warna kuning, beras putih dan cepat rontok

6.Pare Balo dengan kulit padi putih langsat, beras putih serta rambut padinya panjang

7.Pare Puluk  atau Pare Lamban Lekbok dengan kulit padi warna kuning dan beras merah.

“Semua tanaman ini tanpa di pupuk kimia atau penggunaan pestisida sudah dapat dipanen selama 5 bulan,”ungkap Yusuf.

Menurut lelaki parubaya tersebut, untuk mengurangi rumput tumbuh disela padi maka ia juga sering menanam sejumlah tanaman sela yang juga merupakan bibit secara turun-temurun yakni:

-Bontek (Timun gunung) yang dapat hidup lama hingga bertahun-tahun

– Bue barakbak (kacang gunung)

– Langnga/wijen

-bojok kalando (labu panjang)

Kendala yang kami hadapi kata Yusuf adalah, beberapa petani kadang kesulitan memperoleh bibit dalam jumlah banyak bahkan saat pembersihan lahan mesti mengeluarkan biaya besar  karena butuh puluhan tenaga membuka hutan muda yang disiapkan sebagai ladang karena hanya mengandalkan parang dan  kapak, pada sisi lain harus berpindah-pindah lahan sebab belum ada pupuk yang cocok.

Ditempat yang berbeda Ketua Mesakada, Herman Andarias disela-sela kesibukannya mengeringkan jagung miliknya juga menerangkan. Kendala utama petani di Mesakada bahkan warga Kecamatan Mehalaan yang menekuni tanaman padi ladang sebab harus berpindah-pindah membuka lahan karena belum ada pupuk khusus tanaman tersebut.

“Memang butuh perhatian serius untuk jenis tanaman ini agar tetap terjaga dan petani lebih dimudahkan dalam teknik budidaya tanaman tersebut, karena bisa saja beberapa tahun yang akan datang jika tidak ada kerjasama Dinas Pertanian Mamasa dan Petani Padi Ladang maka perlahan akan ditinggalkan jenis tanaman tersebut,”ungkapnya.

Lain halnya ide yang ditawarkan Kepala Desa Mehalaan, Gusti Idaman katanya, untuk menjaga kelangsungan benih padi ladang baiknya Dinas Pertanian membentuk Balai Benih Padi Ladang di Kecamatan Mehalaan agar kelangsungan benih tetap terjaga.

“Ini perlu disikapi secara bersama karena bila hanya dibiarkan begitu saja maka bisa saja beberapa tahun yang akan datang benih ini akan sulit ditemukan lagi bahkan sama sekali tidak ada.(Nelpan Mamasa)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here