Polman, Komunika Nusantara. AliansivMahasiswa Bergerak Polewali Mandar,  melakukan aksi tolak RUU Omnibuslaw sekaligus momentum peringatan hari tani Nasional 24 september 2020.

Aksi berlangsung senin,  28 September 2020, Pukul. 11.50 WITA, bertempat di Gedung DPRD Kab. Polman, Jln. Andi Depu, Kel. Takatidung, Kec. Polewali, Kab. Polman, Prov. Sulbar.

Massa aksi sekitar 30 orang yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Bergerak Polewali Mandar yang dipimpin Sarman, Ketua DPC GMNI Kab. Polman (Korlap) melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN).

1Sarman (Korlap) dalam orasinya Hari Tani Nasional (HTN) merupakan momentum atas lahir dan disahkannya Undang undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang pokok pokok agraria PA) Sebuah produk Uu yang mengamanatkan agar tanah-tanah didistribusikan cara adil kepada: rakyat, khususnya kepada petani buruh nelayan dan masyarakat adat.

Lanjut, Reforma agraria adalah suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria yang dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Namun sampai saat in, amanat dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak pernah dijalankan sesuai dengan semangat dan dan pengesahannya. Tanah garapan yang menjadi sumber penghasilan dan penghidupan rakyat dimonopoli dan dirampas oleh perusahaan-perusahaan besar maupun mereka yang mempunyai kapital (modal).

Setiap hari kehidupan kaum tani semakin terperosok Ke jurang kesengsaraan akibat tindakan eksploitatif dan minimnya perlindungan dari pemerintah Tanah-tanah mereka dirampas, dimonopoli, diakuisisi bahkan dialihfungsikan untuk memenuhi kebutuhan dan nafsu keangkuhan segelintir orang Dan parahnya para petani yang berjuang mempertahankan tanah dan kehidupannya mendapatkan tindakan diskriminasi, kekerasan, kriminalisasi penangkapan bahan pembunuhan Tindakan represi dan kekerasan yang dialami para petani selain dari preman sewaan korporasi oknum-oknum TNI mau pun polisi yang mana seharusnya mereka hadir untuk melindungi dan menjamin keamanan rakyat sebagaimana amanat konstitusi

Berdasarkan data jumlah tanah yang dikuasai oleh pribadi maupun investor cukup besar. Misalnya, di sektor perkebunan ada Sinarmas yang menguasai 23 Ma Ha Riau Pulp, 12 Juta Ha, 25 grup bisnis menguasal lahan seluas 51 juta Ha di sektor tambang, 561 perusahaan menguasal lahan dengan luas 52 juta Ha Itu adalah data terbesar yang dikuasai deh perusahaan manufaktur, dan masih banyak lagi data lainnya (AGRA 2016). Sejauh ini belum ada tindakan konkret dan konsekuen dari pemerintah untuk menjaga dan melindungi petani dari perilaku kesewenang wenangan

Banyak konflik lahan yang melibatkan petani dan perusahaan tidak menemukan solusi yang baik dan berkeadilan bagi masyarakat. Bukan hanya dalam penyelesaian konflik, pemerintah juga melahirkan produk Undang-undang yang merugikan para petani. Pengalokasian lahan justru lebih besar diberikan kepada korporasi daripada untuk memenuhi kebutuhan petani. Reforma agraria versi Jokowi dengan membagikan sertifikat tanah tidak ada korelasinya dengan semangat yang dimandatkan dalam UUPA Pemberian sertifikat tanah tidak akan menghilangkan ketimpangan atas penguasaan tanah serta monopoli seluruh aspek produksi pertanian. Seharusnya ada upaya sistematis untuk melakukan restrukturisasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan menjadi lebih berkeadilan bagi petani.

Ada peraturan yang saat ini sedang disiapkan pemerintah justru sangat bertentangan dengan UUPA yaitu Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Di dalam Omnibus Law Cipta Kerja klaster pertanahan akan semakin memperluas eksploitasi lahan-lahan masyarakat. Dengan adanya UU ini akan mempertegas diskriminasi kepada rakyat dan kerusakan lahan lingkungan.

Melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja, ancaman kriminalisasi dan diskriminasi hak atas tanah bagi petani dan masyarakat adat semakin menguat, karena pemerintah hendak memperkuat Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Padahal, dua UU ini terbukti sudah banyak mengkriminalkan petani dan masyarakat adat yang berkonflik dengan kawasan hutan.

Kemudian perubahan pasal 15 UU Kehutanan, dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja soal kemudahan proses pengukuhan kawasan hutan yang dilakukan hanya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit. Ini akan menambah daftar panjang desa desa dan kampung yang ditetapkan begitu saja sebagai kawasan hutan, tanpa partisipasi masyarakat. Perubahan UU Kehutanan (Pasal 50 misalnya), berpotensi kuat mengkriminalkan masyarakat karena tuduhan merambah kawasan, melakukan penebangan pohon, memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan karena tidak memiliki hak atau persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Sebagai terjemahan langsung dari Pasal 33 Ayat 3, UUPA mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun secara gotong royong. Sementara semangat Omnibus Law yang terpusat semata pada kepentingan investasi skala besar dapat menyingkirkan hak-hak atas tanah petani, masyarakat adat dan masyarakat miskin dari wilayah hidup mereka.

Di tengah suasana Pandemi saat ini, negara menghadapi tantangan dan ancaman krisis pangan nasional. Pemerintah menekankan kedaulatan pangan demi memenuhi kebutuhan pangan nasional. Di sisi lain, petani yang merupakan punggung kedaulatan pangan sebaliknya kehilangan tanah garapannya. Ada ambiguitas dan inkonsistensi dari sikap pemerintah. Petani yang seharusnya dilindungi dan didukung untuk meningkatkan produksi pertaniannya justru mengalami perlakuan semena-mena. Bagaimana petani bisa meningkatkan produksi pertaniannya sementara tanahnya telah di rampas.

Hadirnya Omnibus Law tentu akan mengancam kehidupan kita di masa depan, terkhusus kita di Polewali Mandar. Ada banyak ancaman ancaman seperti penguasaan atau perampasan lahan dan tentu akan melahirkan konflik konflik agraria yang telah menjadi rahasia umum bahwasanya UUPA 1960 saja belum mampu menyelesaikannya.

l. Adapun tuntutan massa aksi sebagai berikut :
1. Mendesak DPRD Kab. Polman untuk membuat surat pernyataan menolak UU Omnibus Law
2. Laksanakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai haluan ekonomi negara dan laksanakan reforma agraria
3. Mendesak pemerintah untuk mencabut segala produk UU yang bertentangan dengan semangat dan mandat UUPA
4. Pemerintah harus menjamin produktivas kaum tanu dengan memberikan bantuan dan dukungan seluas-luasnya kepada petani
5. Mendesak Kapolres Polman untuk membuat surat pernyataan yang berisikan instruksi kepada anggota kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif terhadap massa aksi.

Hamzah Syamsuddin (Wakil Ketua II DPRD Kab. Polman) dalam tanggapannya mengatakan antara lain :
a. Saya atas nama pimpinan meminta maaf karena tidak bisa menerima adik-adik mahasiswa diruang aspirasi karena gedung ini sedang dalam tahap renovasi
b. Anggota DPRD Kab. Polman saat ini sedang melaksanakan rapat banggar.
c. Poin pertama dan dua kami sudah dengar dan sudah kami sampaikan. Pasti anggota dewan sudah mendengar tuntutan ini. Kalau kami didesak terus terang tidak bisa kami lakukan karena di DPRD banyak fraksi
d. Kami ingin dikembalikan UUD 1945
e. Kami sepakat pemerintah sudah melakukan bantuan-bantuan kepada saudara kita para petani. Harga gabah sekarang sudah dibawah harga eceran tertinggi (HET)
f. Terkait RUU Omnibus Law, yang jelas secara partai kami sudah komunikasi di pusat dan mereka sedang mengkaji. Mereka sedang pilah-pilah mana yang harus ditolak mana yang tidak.
g. Apa yang adik-adik inginkan hari ini tidak bisa dipenuhi karena banyak anggota DPRD yang tidak hadir.

3. Suaib alias Cua (Ketua FAM-D Kab. Polman) mengatakan antara lain :
a. Kami kasih waktu tiga hati kepada anggota DPRD Kab. Polman untuk mengagendakan audiens dengan Aliansi Mahasiswa Bergerak Polewali Mandar dalam rangka menyatakan sikap menolak RUU Omnibus Law
b. Kami meminta kalau nanti anggota DPRD Kab. Polman untuk menghadirkan seluruh fraksi didalam audiens nanti dan kami minta anggota DPRD sudah membuat keputusan menolak RUU omnibus Law.

Rencananya  tanggal 30 September 2020 Aliansi Mahasiswa Bergerak Polewali Mandar akan kembali menemui anggota DPRD Kab. Polman untuk meminta pernyataan sikap menolak RUU OmnibusLaw.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here